Header Ads

Breaking News
recent

Celoteh Deni Part 1

Jika lo adalah orang yg hidup dan segala macam aktifitas dilakukan sebagian besar di ibukota negara tercinta tidak lain adalah jakarta, maka tidak ada pilihan lain selain bersabar. Bersabar dari macet, polusi dan kriminalitas yg lumayan tinggi. Aneh banget ga sih knapa masih banyak yg suka ngeluh? Hey jangan muram jika lo udah tau kelakuan kota ini. Bisik gue dalam hati sambil bengong menatapi kondektur berperawak agak seperti preman pasar sambil menadahkan tangan meminta ongkos minibus yang gue naiki. *cring* 5 logam uang lima ratus harus pergi meninggalkan kantong baju tanpa mengucap perpisahan dengan uang 1 lembar lima ribu.

Perjalanan ini masih panjang, matahari nampaknya baru dapat gaji, begitu semangat menyinari kami yang suntuk dalam bus. Bisa ditebak bagaimana rupa orang-orang yang berada di dalamnya dengan berbagai masalah. Apa perlu disebutkan masalah mereka? Gue rasa ga perlu, buat apa mereka memikirkan masalah yg sedang membelit sedangkan di dalam bus, sudah teramat banyak masalah. Panas, aus, laper dan macet. So pasti ada lagi masalah lain, sebenernya bukan masalah, tapi baiklah kita anggap saja ini masalah.

Pernah ga sih lo dalam sebuah bus, udah panas, aus, sumpek, berbagai wewangian tumpah ruah jadi satu dan disaat seperti itu datang seorang atau gerombolan ksatria bergitar eh maksudnya pengamen gitu. Oke, ga boleh meremehkan mereka. Tp kadang ada beberapa pengamen yg tidak berperikemanusiaan tiba-tiba masuk dalam bus dan mulailah dia prolog "ya kembali lagi bertemu dengan saya, pengamen jalanan. Mengamen hanya untuk mencari rezeki halal dan tidak ingin mncopet" ok wait, bertemu dengan dia lagi? Kapan? Di mana? Oh my... Oke skip. Setelah beliau-beliau itu berorasi, maksudnyya memperkenalkan diri, lalu mulailah dengan nada pertama terdengar dan siap siap terkejut dengan apa yg akan terlontar dari mulut sang pengamen. Benar kata anang hermansyah, tiap orang itu cuma tau bernyanyi tapi ga tau caranya menyanyi, kebanyakan yg terjadi, pengamen bus bernyanyi dengan nada ke monas tapi suara ke ancol. Bahkan tak jarang balap balapan saling kejar sehingga bisa dipastikan terjadi sebuah kecelakaan pada kuping pendengar. Lalu kuping membawa pesan ke otak, "kapan suara suara ghaib ini musnah! Щ(ºДºщ) "

Setelah cukup puas sang pengamen bernyanyi hmm boleh ga gue sebut pengamen itu sebenernya ga nyanyi tapi pidato? Oke? Deal? Sip. Lalu pengamen mengambil topi, atau sebungkus plastik permen gitu ke tiap para pendengar (tidak) setia pengamen tersebut meminta sejumput atau pundi pundi rupiah tanpa adanya rasa bersalah telah membuat kuping dan hati penumpang meringis. Ada yg ngasih lima ratus rupiah ada yang tidak ngasih. Dan gue adalah seorang yg komitmen dengan pendirian gue, cuma akan ngasih jika penyanyinya bernyanyi dengan suara bagus, minimal mampu mencapai nada 8oktaf. (Bilang aja sih pelit dan ga mau uang berpindah tangan semudah itu). Saat pengamen turun dari bus setidaknya satu kesulitan hidup di ibukota berakhir.

-bersambung*

No comments:

Powered by Blogger.