Makna Hijrah Rasul
Makna Hijrah Rasulullah SAW
Writer: Muhammad al Khahthath
Pasca wafatnya pelindung dakwah Rasul, paman beliau saw. Abu Thalib, komunikasi dakwah politik dengan para pemimpin Quraisy mengalami dead lock. Ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan kaum kafir Quraisy kepada Rasulullah Saw. Dan kaum Muslimin pun meningkat. Dalam situasi dan kondisi seperti itulah beliau saw, berfikir bahwa dakwah harus mendapatkan situasi dan kondisi yang baru, yang kondusif buat pengembannya.
Rasul pun menghubungi para pemimpin dari suku-suku Arab non Quraisy yang datang pergi haji ke kota Mekkah. Mereka diajak masuk Islam dan memberikan perlindungan bagi tumbuhnya dakwah Islam. Sampailah baginda Rasulullah SAW. Mendapatkan para pemimpin kaum Aus dan Khazraj yang berkuasa atas kota Yatsrib yang dibelakang hari berubah nama menjadi kota Madinah.
Para pemimpin Aus dan Khazraj yang telah masuk Islam datang berombongan berjumlah 75 orang. Tatkala bertemu dengan mereka di bukit Aqobah, Rasulullah saw di dampingi paman beliau yang belum masuk Islam, Abbas bin Abdul Muthalib.
Abbas berkata kepada mereka : “Wahai kaum Khazraj, sebagaimana yang kalian ketahui sesungguhnya Muhammad berasal dari golongan kami. Kami telah menjaganya dari ancaman kaum kami yang juga memiliki kesamaan pandangan dengan kami tentang dia. Dia dimuliakan kaumnya dan disegani di negerinya. Akan tetapi semuanya dia tolak, kecuali untuk pergi mendatangi kalian dan bergabung dengan kalian.
Jika kalian menganggap diri kalian dapat memenuhi segala hal yang dia dakwahkan maka penuhilah itu dengan sempurna dan jagalah dia dari siapapun yang menyalahinya. Maka itu semua menjadi tanggung jawab kalian. Jika kalian melihat diri kalian akan melalaikan dan menelantarkannya setelah kalian keluar bersamanya menuju tempat kalian, maka sejak ini tinggalkanlah dia”.
Mendengar perkataan paman Nabi SAW, itu kaum Anshar dari Madinah mengatakan: “Kami mendengar apa yang engkau katakan”.
Lalu mereka berpaling kepada Rasulullah saw, dan berkata : “Wahai Rasulullah saw, bicaralah, ambillah dari kami apa yang engkau sukai untuk dirimu dan Tuhanmu”.
Setelah membaca Al Qur’an baginda Rasulullah saw bersabda: “Aku baiat kalian agar kalian melindungiku seperti kalian melindungi istri-istri dan anak-anak kalian”.
Kaum Anshar menjawab: “Kami membaiatmu wahai Rasulullah SAW, Kami adalah generasi perang dan pemilik medannya. Kami mewarisinya dengan penuh kebanggan”. Kaum Anshar itu membaiat Rasulullah Saw, dengan penuh antusias.
Abbas berkata kepada mereka: “Wahai kaum Khazraj, apakah kalian menyadari makna baiat kalian kepada Muhammad? Sesungguhnya kalian membaiatnya untuk memerangi manusia baik yang berkulit putih maupun hitam. Jika kalian menyaksikan harta benda kalian habis dan tokoh kalian yang banyak yang tebunuh, maka apakah kalian akan menelantarkannya?
Maka jika kalian melakukannya, maka demi Allah, itu adalah kehinaan dunia akhirat. Namun jika kalian melihat bahwa diri kalian akan memenuhi segala apa yang kalian janjikan kepadanya (dalam baiat tersebut), walau harus kehilangan harta dan terbunuhnya para pemuka kalian, maka ambillah dia. Dan demi Allah hal itu merupakan kebaikan dunia dan akhirat”
Kaum Anshar itupun menjawab: “ Sesungguhnya kami akan mengambilnya meski dengan resiko musnahnya harta benda dan terbunuhnya para pemuka”. Para pemuka kaum Anshar pun berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, apa bagian kami bila kami memenuhi hal itu?”.Rasulullah menjawab dengan tenang: “Surga”
Maka sejak itulah Rasulullah saw, memerintahkan kaum muslimin secara bergelombang hijrah ke kota Madinah. Meskipun menghadapi ancaman dan teror-teror kaum Musyrikin Quraisy yang merasa gelisah dengan hijrahnya kaum Muslimin, namun kaum muslimin secara mantap hijrah ke kota Madinah yang siap menerima mereka untuk membangun kehidupan baru, yakni kehidupan yang dinaungi cahaya risalah Islam, cahaya yang mengusir kegelapan kehidupan jahiliyah. Dan gelombang hijrah itu terus berlangsung hingga hijrahnya Baginda Rasulullah saw bersama Abu Bakar Shiddiq ra ke kota Madinah untuk secara riil memimpin kaum muslimin dalam kehidupan islam di kota itu.
Dari uraian fragmen peristiwa baiat para sahabat Anshar kepada Rasulullah saw, dan hijrahnya Rasulullah saw, dan para sahabat Muhajirin dari kota Mekkah ke kota Madinah, kita mendapatkan beberapa pelajaran sebagai berikut:
Pertama, keyakinan jahiliyah dan para pendukung fanatiknya akan senantiasa melakukan perang terhadap Islam dan Umat Islam. Jika mereka melihat umat Islam dalam kondisi lemah tanpa pelindung yang mencukupi, mereka akan meningkatkan aksi terror mereka, baik berupa ancaman, tantangan, hambatan, maupun gangguan kepada Islam dan Umat Islam.
Kedua, Islam sebagai suatu kebenaran yang datang dari Allah akan senantiasa akan dijaga oleh Allah SWT dengan menakdirkan sebagian orang-orang yang memiliki kekuatan (Ahlul Quwwah) di muka bumi ini untuk memeluknya dan membelanya dengan segala kekuatan dan keperkasaan yang mereka miliki.
Ketiga, Islam sebagai pandangan hidup dan aturan kehidupan yang diturunkan oleh Allah SWT sang pencipta manusia dan alam semesta serta kehidupan ini kepada umat manusia melalui baginda Rasulullah saw, akan berlaku secara efektif bila dijalankan dengan suatu otoritas yang mengikat umat manusia.
Keempat, sejarah mencatat bahwa perkembangan dakwah Islam begitu pesat pasca hijrah Rasulullah, dan para sahabat ke kota Madinah. Beliau bersama para sahabat berdakwah di kota Mekkah selama 13 tahun dengan mendapatkan jumlah pengikut yang sedikit (sekitar puluhan orang saja) dan mengalami dead lock dengan para pemimpin kota Madinah.
Namun 10 tahun dakwah di kota Madinah, dimana dakwah tidak lagi sekedar dijalankan oleh sebuah kelompok dakwah sebagaimana di kota Mekkah, melainkan dakwah telah dijalankan oleh institusi Negara yang di pimpin oleh Baginda Rasulullah saw, ternyata dakwah mengalami perkembangan yang begitu pesat luar biasa.
Kelima, makna Hijrah baginda Rasulullah Saw dan para sahabat ke kota Madinah, adalah perubahan situasi kondisi dimana Islam yang tadinya hanya suatu ajaran yang diyakini oleh individu muslim yang memeluknya dan mengemban dakwah kepada manusia, menjadi ajaran yang diyakini oleh Negara dan masyarakatnya. Dengan istitusi negara, kehidupan Islam yang bersih dan utuh sesuai ajarannya yang asli bisa dijaga. Kata Nabi Saw : “Imam itu laksana perisai”. Dalam negera yang menjalankan Islam secara kaffah, Islam menemukan jati dirinya sebagai ajaran yang rahmatan lil alamin bagii Muslim dan non Muslim.
Selamat Tahun Baru 1429 H Tinggalkan Sekularisme! , Tegakkan Syariat Islam!
Suara Islam Edisi 35, Tgl 4 Jan-17 Jan 2008 M/ 25 Dzulhijjah 1428-8 Muharram 1429 H, Kolom Ibrah
Writer: Muhammad al Khahthath
Pasca wafatnya pelindung dakwah Rasul, paman beliau saw. Abu Thalib, komunikasi dakwah politik dengan para pemimpin Quraisy mengalami dead lock. Ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan kaum kafir Quraisy kepada Rasulullah Saw. Dan kaum Muslimin pun meningkat. Dalam situasi dan kondisi seperti itulah beliau saw, berfikir bahwa dakwah harus mendapatkan situasi dan kondisi yang baru, yang kondusif buat pengembannya.
Rasul pun menghubungi para pemimpin dari suku-suku Arab non Quraisy yang datang pergi haji ke kota Mekkah. Mereka diajak masuk Islam dan memberikan perlindungan bagi tumbuhnya dakwah Islam. Sampailah baginda Rasulullah SAW. Mendapatkan para pemimpin kaum Aus dan Khazraj yang berkuasa atas kota Yatsrib yang dibelakang hari berubah nama menjadi kota Madinah.
Para pemimpin Aus dan Khazraj yang telah masuk Islam datang berombongan berjumlah 75 orang. Tatkala bertemu dengan mereka di bukit Aqobah, Rasulullah saw di dampingi paman beliau yang belum masuk Islam, Abbas bin Abdul Muthalib.
Abbas berkata kepada mereka : “Wahai kaum Khazraj, sebagaimana yang kalian ketahui sesungguhnya Muhammad berasal dari golongan kami. Kami telah menjaganya dari ancaman kaum kami yang juga memiliki kesamaan pandangan dengan kami tentang dia. Dia dimuliakan kaumnya dan disegani di negerinya. Akan tetapi semuanya dia tolak, kecuali untuk pergi mendatangi kalian dan bergabung dengan kalian.
Jika kalian menganggap diri kalian dapat memenuhi segala hal yang dia dakwahkan maka penuhilah itu dengan sempurna dan jagalah dia dari siapapun yang menyalahinya. Maka itu semua menjadi tanggung jawab kalian. Jika kalian melihat diri kalian akan melalaikan dan menelantarkannya setelah kalian keluar bersamanya menuju tempat kalian, maka sejak ini tinggalkanlah dia”.
Mendengar perkataan paman Nabi SAW, itu kaum Anshar dari Madinah mengatakan: “Kami mendengar apa yang engkau katakan”.
Lalu mereka berpaling kepada Rasulullah saw, dan berkata : “Wahai Rasulullah saw, bicaralah, ambillah dari kami apa yang engkau sukai untuk dirimu dan Tuhanmu”.
Setelah membaca Al Qur’an baginda Rasulullah saw bersabda: “Aku baiat kalian agar kalian melindungiku seperti kalian melindungi istri-istri dan anak-anak kalian”.
Kaum Anshar menjawab: “Kami membaiatmu wahai Rasulullah SAW, Kami adalah generasi perang dan pemilik medannya. Kami mewarisinya dengan penuh kebanggan”. Kaum Anshar itu membaiat Rasulullah Saw, dengan penuh antusias.
Abbas berkata kepada mereka: “Wahai kaum Khazraj, apakah kalian menyadari makna baiat kalian kepada Muhammad? Sesungguhnya kalian membaiatnya untuk memerangi manusia baik yang berkulit putih maupun hitam. Jika kalian menyaksikan harta benda kalian habis dan tokoh kalian yang banyak yang tebunuh, maka apakah kalian akan menelantarkannya?
Maka jika kalian melakukannya, maka demi Allah, itu adalah kehinaan dunia akhirat. Namun jika kalian melihat bahwa diri kalian akan memenuhi segala apa yang kalian janjikan kepadanya (dalam baiat tersebut), walau harus kehilangan harta dan terbunuhnya para pemuka kalian, maka ambillah dia. Dan demi Allah hal itu merupakan kebaikan dunia dan akhirat”
Kaum Anshar itupun menjawab: “ Sesungguhnya kami akan mengambilnya meski dengan resiko musnahnya harta benda dan terbunuhnya para pemuka”. Para pemuka kaum Anshar pun berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, apa bagian kami bila kami memenuhi hal itu?”.Rasulullah menjawab dengan tenang: “Surga”
Maka sejak itulah Rasulullah saw, memerintahkan kaum muslimin secara bergelombang hijrah ke kota Madinah. Meskipun menghadapi ancaman dan teror-teror kaum Musyrikin Quraisy yang merasa gelisah dengan hijrahnya kaum Muslimin, namun kaum muslimin secara mantap hijrah ke kota Madinah yang siap menerima mereka untuk membangun kehidupan baru, yakni kehidupan yang dinaungi cahaya risalah Islam, cahaya yang mengusir kegelapan kehidupan jahiliyah. Dan gelombang hijrah itu terus berlangsung hingga hijrahnya Baginda Rasulullah saw bersama Abu Bakar Shiddiq ra ke kota Madinah untuk secara riil memimpin kaum muslimin dalam kehidupan islam di kota itu.
Dari uraian fragmen peristiwa baiat para sahabat Anshar kepada Rasulullah saw, dan hijrahnya Rasulullah saw, dan para sahabat Muhajirin dari kota Mekkah ke kota Madinah, kita mendapatkan beberapa pelajaran sebagai berikut:
Pertama, keyakinan jahiliyah dan para pendukung fanatiknya akan senantiasa melakukan perang terhadap Islam dan Umat Islam. Jika mereka melihat umat Islam dalam kondisi lemah tanpa pelindung yang mencukupi, mereka akan meningkatkan aksi terror mereka, baik berupa ancaman, tantangan, hambatan, maupun gangguan kepada Islam dan Umat Islam.
Kedua, Islam sebagai suatu kebenaran yang datang dari Allah akan senantiasa akan dijaga oleh Allah SWT dengan menakdirkan sebagian orang-orang yang memiliki kekuatan (Ahlul Quwwah) di muka bumi ini untuk memeluknya dan membelanya dengan segala kekuatan dan keperkasaan yang mereka miliki.
Ketiga, Islam sebagai pandangan hidup dan aturan kehidupan yang diturunkan oleh Allah SWT sang pencipta manusia dan alam semesta serta kehidupan ini kepada umat manusia melalui baginda Rasulullah saw, akan berlaku secara efektif bila dijalankan dengan suatu otoritas yang mengikat umat manusia.
Keempat, sejarah mencatat bahwa perkembangan dakwah Islam begitu pesat pasca hijrah Rasulullah, dan para sahabat ke kota Madinah. Beliau bersama para sahabat berdakwah di kota Mekkah selama 13 tahun dengan mendapatkan jumlah pengikut yang sedikit (sekitar puluhan orang saja) dan mengalami dead lock dengan para pemimpin kota Madinah.
Namun 10 tahun dakwah di kota Madinah, dimana dakwah tidak lagi sekedar dijalankan oleh sebuah kelompok dakwah sebagaimana di kota Mekkah, melainkan dakwah telah dijalankan oleh institusi Negara yang di pimpin oleh Baginda Rasulullah saw, ternyata dakwah mengalami perkembangan yang begitu pesat luar biasa.
Kelima, makna Hijrah baginda Rasulullah Saw dan para sahabat ke kota Madinah, adalah perubahan situasi kondisi dimana Islam yang tadinya hanya suatu ajaran yang diyakini oleh individu muslim yang memeluknya dan mengemban dakwah kepada manusia, menjadi ajaran yang diyakini oleh Negara dan masyarakatnya. Dengan istitusi negara, kehidupan Islam yang bersih dan utuh sesuai ajarannya yang asli bisa dijaga. Kata Nabi Saw : “Imam itu laksana perisai”. Dalam negera yang menjalankan Islam secara kaffah, Islam menemukan jati dirinya sebagai ajaran yang rahmatan lil alamin bagii Muslim dan non Muslim.
Selamat Tahun Baru 1429 H Tinggalkan Sekularisme! , Tegakkan Syariat Islam!
Suara Islam Edisi 35, Tgl 4 Jan-17 Jan 2008 M/ 25 Dzulhijjah 1428-8 Muharram 1429 H, Kolom Ibrah
No comments:
Post a Comment